Just Me..
- h3nDrYYyyy,,^_^
- Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
- Universitas Gunadarma Fakultas Ekonomi
Tuesday, October 27, 2009
Menyumbang atau Mencari keuntungan..??
Selain LSM banyak pula instansi-instansi lain yang turut menyalurkan bantuannya bagi korban gempa di Sumatera Barat. Para produsen ternama pun juga turut ambil bagian dalam membantu korban gempa di Sumatera Barat. Akan tetapi jika ditelaah lebih mendalam pada iklan yang diluncurkan salah satu produsen minuman ternama, terdapat maksud terselubung. Para konsumen diminta untuk mengkonsumsi produk mereka 2 kali lipat agar perusahaan tersebut dapat menyumbang 1 Milyar untuk korban gempa di Sumatera Barat.
Hal mengandung tanda tanya besar, jika perusahaan itu memang mau untuk membantu mengapa tidak langsung saja menyalurkan dana 1 Milyar untuk korban Gempa. Mengapa mereka meminta para pelanggan untuk mengkonsumsi produk mereka 2 kali lipat?? Bukankah ini seperti mencari keuntungan ditengah musibah..??
Friday, October 9, 2009
Resume : Jasa konsultasi skripsi : disyukuri atau dikutuk (tugas individu)
Usaha ini hanya bermodalkan yaitu kumpulan skripsi yang mencukupi berbagai bidang studi dan topic, keterampilan mengolah data dan basis data. Mahasiswa tidak perlu mencari data yang diperlukan tinggal memilih data dan membeli, lalu siap diolah. Jadi keterampilan mengumpulkan data telah diambil alih oleh jasa ini.
Bisnis ini semakin menggiurkan dan menjanjikan karena banyak pejabat, eksekutif, atau pebisnis bahkan selebritis yang mengambil program S3 yang sebenarnya tidak punya waktu atau motivasi belajar untuk merenung atau tidak mempunyai kemampuan menulis sehingga tidak ada cara lain kecuali memanfaatkan jasa semacam ini. Bisnis ini ternyata mempunyai perpustakaan berupa ratusan skripsi, tesis, tetapi hanya di baca di tempat. penyediaan jasa ini berupa (mengetikkan proposal, menyarankan jawaban atas pertanyaan pembimbing, merevisi sampai skripsi disetujui, menjilidkan, dan latihan ujian ). Beberapa pemberi jasa memberi garansi “DI JAMIN SAMPAI LULUS”.
Ketika ditanya apakah jasa semacam itu tidak menimbulkan hal yang kurang baik dan etis dalam konteks pendidikan nasional dan tujuan penulisan skripsi, seorang pemberi jasa yang cukup profesional mengatakan : “Nyatanya banyak yang datang ke saya dan tidak ada peraturan yang melarang. Semuanya sah-sah saja.karena tidak meaggar hukum”
Seorang pengguna jasa yang telah lulus sebagai seorang sarjana mengakui : “Saya memang menggunakan jasa konsultan karena mudah ditemui dan dihubungi. Konsultasinya juga enak dan lebih baik dari dosen pembimbing saya. Dosen saya sering tidak membaca proposal saya dan sulit ditemui. Dosen juga tidak membimbing dengan baik dan jelas sehingga saya bingung apa yang harus saya kerjakan dan dimana kekurangan skripsi saya. Setelah saya konsultasi dengan jasa pembimbingan, saya mendapat pengarahan yang baik. Saya juga belajar banyak dari pemberi jasa. Setelah saya ajukan ke dosen pembimbing, ternyata dosen saya terkesan dan meng-acc skripsi saya”.
Mahasiswa pengguna jasa yang masih menyusun skripsi mengatakan : “Mengapa harus repot-repot nulis skripsi. Yang penting jadi dan lulus karena toh skripsi tidak dibutuhkan dalam pekerjaan. Banyak PT yang tidak mencantumkan dalam persyaratannya, kebanyakan hanya mencantumkan ijazah terakhir dan nilai, hal itu menandakan skripsi tidak terlalu penting dalam dunia pekerjaan”.
Para dosen yang diminta tanggapan mengenai hal ini menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai cara untuk mengecek apakah skripsi merupakan hasil pekerjaan penyontek atau hasil pembimbingan komersial. Pokoknya, kalau mahasiswa dapat menjelaskan dengan baik apa yang ditulisnya para dosen sudah cukup puas dengan skripsi tersebut. Seorang dosen menyatakan : “Saya sendri tidak setuju adanya skripsi. Skripsi hanya membebani dosen. Yang realistik saja, saya tidak mungkin membimbing 5-10 mahasiswa dalam satu semester dan kalau tidak selesai dalam satu semester pekerjaan makin menumpuk. Karena dipaksakan, akhirnya apapun yang diajukan mahasiswa saya setujui saja jadi yang di bahas dalam skripsi bisa saja tidak baik”. Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi masih menganggap wajar sehingga mereka tidak perlu gegabah mengenai masalah ini.
SOAL DISKUSI
a. Siapa sajakah pihak yang berkepentingan atau stakeholders (pemegang pancang) dalam kasus di atas (baik eksplisit maupun implisit)?
Jawaban
Eksplisit: Dosen dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Implisit : pihak jasa konsultasi, dan para penggunanya (mahasiswa, pengusaha)
b. Evaluasi argumen tiap pihak yang terlibat, dari prinsip atau teori hak (right), keadilan (justice), utilitarianisma (utilitarianism), egoism (egoism), dan kelukaan (harm)?
Jawaban
Teori Hak : sesuatu yang harus diterima/berikan kepada individu, teori ini paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik atau buruknya suatu perilaku
Dalam kasus diatas, merupakan hak setiap individu dalam menggunakan jasa konsultasi tersebut dikarenakan lebih mudahnya berkomunikasi dengan jasa tersebut daripada dengan dosen pembimbingnya.
Teori Keadilan : persamaan terhadap semua manusia kesetaraan keadilan
Dalam kasus diatas, merupakan suatu ketidakadilan kepada mahasiswa lain yang berjuang dalam proses pembuatan skripsinya dari pembuatan proposal hingga proses penyelesaian akhir sedangkan mahasiswa lainnya menggunakan jasa konsultasi yang bisa membuat semuanya sampai selesai.
Teori Utilitarianisma: Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya
Dalam kasus diatas, merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia dimana segala sesuatu yang praktis serta bermanfaat akan cepat laku dan berguna.
Pemberian jasa ini bermanfaat dalam memberikan arahan bimbingan skripsi sehingga hal ini dapat dikatakan baik dan bermanfaat untuk orang banyak, tetapi dapat dikatakan buruk atau membawa keburukan lebih besar daripada manfaat dalam hal pemberian jasa pembuatan skripsi dari awal sampai selesai.
Teori Egoism : Perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya memaksimalkan kepentingan kita terkait dengan akibat yang kita terima.
Dalam kasus diatas, menjamurnya jasa konsultasi skripsi dan pemberian garansi pembuatan skripsi sampai selesai merupakan tindakan egois jasa konsultasi yang hanya mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan akibat dari menurunnya kualitas pendidikan. Dan juga perilaku individu yang mempunyai banyak uang, karena hanya memberikan uang maka semuanya akan beres.
Teori Kelukaan : penyimpangan yang mengakibatkan buruknya perilaku
Dalam kasus diatas, kegiatan jasa konsultasi yang melayani pembuatan skripsi dari awal sampai dengan selesainya skripsi tersebut dengan membayar sejumlah uang sudah melukai dunia perguruan tinggi yang seharusnya menciptakan lulusan yang kreatif, menguasai masalah ilmiah tetapi dengan adanya jasa tersebut menciptakan lulusan yang tidak berkualitas.
c. Setujukah anda dengan pernyataan tiap pihak dalam kasus? Dapatkah tiap pihak dikatakan bersikap tidak etis?
Jawaban
Setuju, karena setiap orang dapat memberikan pernyataan yang menurut mereka benar atau memang hal itu yang mereka alami. Dan juga jasa ini tidak melanggar hukum.
Tiap pihak dapat dikatakan bersikap tidak etis apabila kegiatan jasa tersebut akan berakibat kepada kurangnya intelektual mahasiswa yang akan berujung kepada menurunnya kualitas sumber daya manusia yang berasal dari lulusan perguruan tinggi.
d. Masalah etis apa saja yang dapat ditimbulkan oleh adanya jasa konsultasi skripsi?
Jawaban
Masalah etis yang terjadi pada jasa tersebut merupakan tragedi pendidikan nasional. Dimana terjadi kemunduran sikap dan mental seseorang yang bisa merubah orang menjadi tidak mandiri dan tidak disiplin. Yang berakibat kepada kurangnya kualitas pendidikan yang dimiliki seseorang.
e. Haruskan jasa pembimbingan/konsultasi skripsi dilarang? Jelaskan argument anda dari sudut pandang etika.
Jawaban
Menurut saya tidak harus dilarang, dari sudut etika jasa ini dapat membantu kepada mahasiswa yang kesulitan dalam mengolah skripsi selain dengan dosen pembimbingnya. Tapi selama jasa tersebut sebatas bantuan bimbingan arahan yang baik tanpa membuatkan skripsi. Yang artinya jasa konsultasi tersebut berubah sebagai jasa private skripsi.
f. Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis “What is legal is ethical” (asal tidak melanggar hukum ya etis).
Jawaban
Saya setuju dengan pendapat what is legal is ethical karena selama hal itu tidak melanggar aturan hukum yang ada maka hql tersebut dapat diteruskan keberadaannya.
Dalam kasus ini terhadap jasa konsultasi skripsi yang dapat berguna membantu mahasiswa yang mengerjakan skripsinya dengan memberikan ide-ide, arahan dan bimbingan yang lebih banyak waktu dan pertemuan daripada bimbingan dengan dosen pembimbingnya yang terbatas dengan waktu pertemuan.
Friday, October 2, 2009
Etika dalam berbisnis
skarang ni sudah cukup banyk orang yg mulai mikirkan pentngnya beretika dalam berbisnis.
seberna ap sh yg dmakst ma etika berbisnis tu?
sebelumnya aq pengen jelaskan ap sh yg dmaksd dgn etika itu sndiri.berdasarkan matakuliah yg aq dapt di ETIKA PROFESI yg juga didapat dari serching saat da tugas aq kn coba jelaskn mulai dari asal mula kata itu sampe ap sh yg dikatakan d kamus besar qt,KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA.
ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang banyak baget artinya, diantaranya tempat yg ditinggali, padang rumput, kebiasaan, adat, akhlak, watak,serta cara berpikir. kata itu sendiri mempunyai bentuk jamak berupa ”ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Arti jamak inilah yang dipakai oleh Aristoteles (384-322sM) untuk menunjuk pada etika sebagai filsafat. sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai moral yang diterima suatu masyarakat. dalam kehidupan manusia, moral bertindak sebagai pendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik, sedangkan etika bertindak sebagai rambu2 yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok.
APA HUBUNGANNYA AMA DUNIA BISNIS?
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta
kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ? karena untuk mewujudkan adanya etika tersebut perlu adanya komunikasi antar2 orng atau kelompok yang terkait ama bisnis tersebut, agar gak cuman satu pihak aja yang ngejalanin etika, sedangkan yg lainnya gak dan hanya menuruti ama yang mereka pengenkan, kn tu sangat merugikan org lain, y bisa dikatakan egois lah. jadi dalam berbisnis qt tu harus menerapkan etika yg intinya gak boleh cuman nuruti apa pengen qt ja, tanpa mempertimbangkan apa yg dipengen oleh stakeholder qt. kn gak bisa egois kaya gtu d dlam berbisnis, ya gak sih?
berikut hal2 yg perlu diperhatikan dalam menciptakan etika berbisnis itu:
1. Pengendalian diri
2.Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar (masak sih seorang bisnisman plinplan)
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah ( dgn saling pcaya akn lebh enak kan…, lgian jika ada kerjasama pengusaha kuat n bawah serta tmbuhnya saling percaya n gak saling tuduh, kemungkinan perekonomian qt bakal lebih maju deh)
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
(dah gak jaman ya klu pengusaha curang tu,, lama2 juga bakal kecium kok)
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang
telah disepakati
Dengan gini rasa tanggung jawab ama pekerjaan yg dibebankan akan lebih terasa, karena hal tu juga buat kepentingan qt juga tho…
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan
yach mungkin cuman sgini yg bisa aq terangin berdasarkan kuliah yg aq dapet n tugas2 yg berikan. langkah2 beretika diatas gak cuman bs diterapin bagi pengusaha aj lho..tapi juga bisa buat qt2 yg masih kuliah ato pengen jd pengusaha, y paling gak dipupuk sjak awal lah jiwa2 pengusaha itu..
ganbatte calon pengusaha !!!!
sumber : http://iinn.wordpress.com/2008/02/22/etika-dalam-berbisnis/
ANDERSON GUNTUR KOMENAUNG
Fakultas Ekonomi dan Magister Ekonomi Pembangunan
Universitas Sam Ratulangi, Manado
Email: komeguntur@yahoo.com
Key Words: Ethics, Business, Moral
Kata Kunci: Etika, Bisnis, Moral
Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etikadan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.
Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung
jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepada perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M Huntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan, kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.
Sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi. Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua- tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa (lihat Iman, 2006).
Praktik Bisnis Masih Abaikan Etika
Rukmana (2004) menilai praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
versi pdf klik disini
sumber : ejournal.unud.ac.id