JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, MARET 1999
UANG DAN INFLASI : Cointegrating Vector, Error Correction, dan Kausalitas Granger
Oleh : Agung Nusantara
STIE Stikubank Semarang
ABSTRAK
Tujuan utama tulisan ini adalah menelusuri hubungan kausalitas Granger antara variabel uang, baik dalam konteks M1 maupun M2, dengan variabel tingkat harga dalam perekonomian Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah Vector Error Correcrion Model (VECM), yaitu model analisis yang diterapkan pada variabel yang terkointegrasi pada derajad nol atau I(0).
Implikasi dari penerapan VECM tersebut adalah ditemukannya bukti bahwa antara M1 dengan tingkat harga terjadi hubungan kausalitas Granger dua arah hanya pada jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek hubungannya hanya satu arah, yaitu M1 dipengaruhi oleh tingkat harga, dan sifat hubungan tersebut adalah negatif. Sedangkan M2 sifat hubungannya negatif dan memiliki hubungan kausalitas baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
PENDAHULUAN
Salah satu kontroversi dalam teori moneter antara golongan Klasik dan golongan Keynes adalah tentang pemahaman mereka terhadap inflasi. Perdebatan yang sangat panjang antara kedua golongan tersebut merupakan refleksi atas posisi penting yang ditempati oleh inflasi. Dan secara umum diakui bahwa di negara yang sedang berkembang, inflasi lebih merupakan penyakit ekonomi daripada stimulan ekonomi.
Para pemikir Klasik menyatakan bahwa inflasi, dimanapun dan kapanpun, merupakan fenomena moneter. Pemikiran awal mereka, yang tertuang dalam The Crude Quantity Theory, menyatakan bahwa dalam kondisi full-equilibrium, perubahan moneter hanya akan berpengaruh pada tingkat harga. Sehingga perubahan jumlah uang yang beredar sebagai wujud dari kebijakan moneter, hanya akan mengubah perekonomian secara nominal.
Di sisi lain, kaum Keynes menyatakan bahwa perubahan moneter dapat meningkatkan aktifitas ekonomi dan sekaligus tingkat harga melalui tingkat bunga dan inflasi. Keynes berpendapat bahwa perubahan variabel moneter, berupa perubahan jumlah uang yang beredar, akan berpengaruh terhadap tingkat bunga. Selanjutnya perubahan tingkat bunga akan berpengaruh terhadap investasi, dan melalui mekanisme perubahan harga, akan mempengaruhi pendapatan nasional, sebagai wujud perekonomian sektor riil.
Milton Friedman, sebagai salah satu pengikut aliran Klasik yang modern, mengintegrasikan pemikiran Klasik dengan pemikiran Keynes. Friedman berpendapat bahwa dalam jangka pendek Friedman menganggap bahwa teori Keynes terbukti kebenarannya, yaitu jumlah uang yang beredar berpengaruh pada sektor riil dan bukan hanya sektor moneter (harga). Sedangkan dalam jangka panjang variabel uang bersifat netral terhadap perubahan riil (neutrality of money).
Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara variabel jumlah uang yang beredar dengan inflasi, yaitu Dumairy (1986) dan Farchan (1992). Dumairy, dengan menggunakan Granger Causality menemukan bukti bahwa terjadi hubungan dua arah antara jumlah uang yang beredar (M1) dengan tingkat harga. Hasilnya adalah terdapat hubungan dua arah antara kedua variabel dengan perbedaan bahwa pengaruh ekspansi moneter terhadap inflasi lebih berarti daripada pengaruh inflasi terhadap ekspansi moneter. Di sisi lain, Farchan, dengan menggunakan Granger Causality dan Sims Causality membuktikan bahwa terdapat hubungan dua arah antara M1 dengan tingkat harga, yang direpresentasikan oleh CPI. Namun demikian, pengaruh jumlah uang yang beredar terhadap harga lebih berarti daripada pengaruh harga terhadap jumlah uang yang beredar.
Dalam studi yang lebih mendasar tentang kausalitas disebutkan (Granger, 1988) bahwa analisis kausalitas secara tradisional, yang tidak melihat sifat kointegratif dari pasangan variabel pada derajad nol, I(0), memiliki kelemahan pada aspek forecastibility, sehingga memiliki kecenderungan untuk salah dalam pengambilan kesimpulan. Mengingat studi Granger inilah maka kasus kausalitas antara jumlah uang yang beredar, baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2), perlu diuji kointegrasinya untuk menentukan apakah model analisis kausalitas tradisional memadai untuk diterapkan. Apabila terdapat kointegrasi pada derajad nol, I(0), maka aplikasi alternatif yang ditawarkan oleh Masih and Masih (1993) tentang penggunaan Vector Error Correction Model terhadap data yang terkointegrasi perlu diperhatikan.
METODOLOGI
Dalam memecahkan kasus kausalitas dengan menggunakan pendekatan ECM ini, akan digunakan prosedur perhitungan sebagai berikut:
Prosedur I: Pengujian Hipotesis Unit Root. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui stasioneritas data analisis. Pengujian unit root ini sering juga disebut dengan stationary stochastic process. Dalam kasus ini, bentuk pengujian yang akan digunakan adalah: unit root test of stationarity, trend stationarity stochastic process, dan difference stationarity stochastic process.
Dalam software MicroTSP v.7.0, pengujian stasionaritas data tersedia dalam tiga bentuk, yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) include Constant (C,n), ADF include Constant and Time Trend (T,n), dan ADF only (N,n). Bentuk umum ketiga uji stasioneritas tersebut adalah:
n
ADF (C,n): d(Yt) = c + BYt+ å d(Yt) + ut
i=1
n
ADF (T,n): d(Yt) = c + BYt+ å d(Yt) + Trend + ut
i=1
n
ADF (N,n): d(Yt) = BYt+ å d(Yt) + ut
i=1
Dasar keputusan yang digunakan dalam uji stasioneritas ini adalah statistik Dickey-Fuler yang built-in dalam software. Uji stasioneritas ini didasarkan atas hipotesis nol variabel stokastik memiliki unit root. (Insukindro, 1990; Nusantara, 1997).
Prosedur II: Engle Granger Cointegration Test. Pengujian kointegrasi menurut Engle-Granger, yang diterapkan disini didasarkan atas: ADF (C,n), ADF (T,4), dan Cointegration Regression Durbin-Watson (CRDW) statistic. Bentuk umum uji kointegrasi tersebut adalah sebagai berikut:
n
ADF (C,n): d(RESIDt) = c + aB(RESIDt) + bå d(RESIDt-i) + ut
i=1
n
ADF (T,n): d(RESIDt) = c + aB(RESIDt) + bå d(RESIDt-i) + Trend + ut
i=1
CRDW: Yt = c + aXt + ut
Dasar pengujian ADF (C,n) dan ADF (T,n) adalah statistik Dickey-Fuller yang built-in dalam software. Sedangkan uji CRDW didasarkan atas nilai Durbin-Watson Rationya, dan keputusan penerimaan atau penolakannya didasarkan atas angka statistik CRDW (Engle and Granger, 1987).
Prosedur III: Error Correction Causality. Apabila pasangan variabel yang akan dianalisis menunjukkan sifat integratif (I,0) maka penghitungan kausalitas Granger harus didasarkan atas model analisis Vector Error Correction (King, 1991; Oskooee and Alse, 1993; Masih and Masih, 1996). Bentuk umum VECM yang akan digunakan dalam analisis adalah sebagai berikut:
n n
dYt = c + a (ECTat-1) + bå dYt-i + dådXt-i + u1t
i=1 i=1
n n
dXt = c + a (ECTbt-1) + bå dYt-1 + dådXt-1 + u2t
i=1 i=1
Dalam VECM terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu (1) signifikansi ECT, dan (2) signifikansi Wald atau F-jointly test. Dalam pengambilan keputusan tentang ada tidaknya hubungan kausalitas Granger, sebenarnya dapat dilihat dari signifikansi salah satu atau keduanya. Dengan lain perkataan hubungan kausalitas Granger dapat dibuktikan dengan signifikannya variabel ECT dan atau signifikannya uji Wald.
Namun demikian, kedua hal tersebut memiliki perbedaan yang nyata. Hal pertama, yaitu signifikansi variabel ECT, menunjukkan hubungan kausalitas Granger dalam jangka panjang, sedangkan signifikansi uji Wald mengindikasikan adanya hubungan kausalitas dalam jangka pendek (Masih and Masih, 1996). Pengujian diagnostik yang menyertai perhitungan VECM, dalam tulisan ini, hanya ditempatkan sekedar menunjukkan posisi pembentukan model secara statistik.
Untuk keperluan analisis, tulisan ini akan menggunakan model empiris VECM untuk variabel M1, M2 dan CPI, dalam bentuk seperti di bawah ini:
Model I:
4 4
dCPIt = c1 + a1 (ECT1t-1) + b1å dCPIt-i + d1ådM1t-i + u1t
i=1 i=1
Model II:
4 4
dM1t = c2 + a2 (ECT2t-1) + b2å dCPIt-i + d2ådM1t-i + u2t
i=1 i=1
Model III:
4 4
dCPIt = c3 + a3 (ECT3t-1) + b3å dCPIt-i + d3ådM2t-i + u3t
i=1 i=1
Model IV:
4 4
dM2t = c4 + a4 (ECT4t-1) + b4å dCPIt-i + d4ådM2t-i + u4t
i=1 i=1
HASIL EMPIRIS
Gambaran Umum Data Dasar Analisis. Sebelum sampai pada analisis hasil perhitungan, maka akan dikemukakan terlebih dahulu gambaran umum data dasar analisis untuk memberikan gambaran secara kasar tentang sebaran data dan karakteristik statistiknya. Untuk itu, tabel 1 dapat dijadikan gambarannya.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase standard deviasi terhadap mean untuk kelompok data I (CPI, M1, M2) yang masing-masing 13.52%, 30,49%, dan 36,28%, lebih kecil dibandingkan dengan persentase untuk kelompok data II (dCPI, dM1, dM2), yang masing-masing, 94,03%, 188,81%, dan 76,52%. Tingginya persentase standard deviasi kelompok data II merupakan cerminan korelasi individual dalam suatu periode. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan catatan statistik bahwa korelasi individual kelompok data I lebih tinggi daripada kelompok data II.
Cara yang serupa untuk menggambarkan hubungan statistik antara variabel analisis tersebut adalah dengan cara grafis (lihat Lampiran 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 dan gambar 3 garis regresinya menunjukkan adanya hubungan positif (yang angka korelasinya masing-masing 0.98 dan 0.97) antara CPI – M1 dan CPI – M2. Sedangkan gambar 2 dan gambar 4, garis regresi yang terbentuk ditafsirkan sebagai elastisitas CPI – M1 dan CPI – M2.
Tabel 1:
Gambaran Umum Data Dasar Analisis
Sample Range: 1991.10 – 1997.07
Number of Observations: 70
Variabel |
Mean |
SD |
Max |
Min | |||
CPI | 161.30812 | 21.80902 | 195.77000 | 128.35000 | |||
M1 | 43.090739 | 13.139134 | 69.950000 | 25.831000 | |||
M2 | 179.93342 | 65.285419 | 317.53300 | 97.764000 | |||
d(CPI) | 0.9966667 | 0.9371842 | 3.9499970 | -1.120010 | |||
d(M1) | 0.6392173 | 1.2069025 | 4.7099990 | -2.424000 | |||
d(M2) | 3.2176086 | 2.4620114 | 11.272980 | -2.238998 | |||
Variabel |
Covariance |
Correlation | |||||
CPI – M1 | 278.05286 | 0.9845711 | |||||
CPI – M2 | 1365.4977 | 0.9731085 | |||||
D(CPI) – D(M1) | -0.0275003 | -0.0246707 | |||||
D(CPI) – D(M2) | -0.3694619 | -0.1624781 |
Sumber: Hasil olahan MicroTSP v.7.0 dari Bank Indonesia, SEKI, beberapa terbitan.
Pengujian Variabel Analisis. Sampai pada tahap ini, kita akan menguji data dasar apakah memenuhi asumsi dasar OLS tentang stasioneritas dan normalitas sebaran data atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian unit root ADF untuk stasioneritas data dan Jarque-Bera Normality test untuk normalitas sebaran.
Tabel 2:
Pengujian Hipotesis Unit Root dan Normalitas Variabel Analisis
DCPI, DM1 dan DM2
Sample Range: 1991.10 – 1997.07
Number of Observations: 70
U j i Variabel | UROOT (C,4) | UROOT (T,4) | UROOT (N,4) | J-B |
DCPI |
-4.4282 |
-4.3798 |
-1.5916 |
5.548194 |
DM1 | -4.0939 | -5.3576 | -1.6537 | 4.726765 |
DM2 | -2.3218 | -4.9599 | -0.5186 | 6.331114 |
Sig. Level 1% 5% 10% | DF Stat -3.5345 -2.9069 -2.5907 | DF Stat. -4.1059 -3.4801 -3.1684 | DF STATISTIC -2.5989 -1.9455 -1.6184 |
Chi-Sqr df. 2 |
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa asumsi stasioneritas data dapat dipenuhi secara memuaskan dengan menggunakan uji ADF (C,4) maupun ADF (T,4). Namun, pengujian stasioneritas ADF (N,4) hanya menunjukkan bahwa varaibel DM1 saja yang signifikan pada taraf 10%. Sekalipun demikian, asumsi stasioneritas data masih dapat dianggap memenuhi. Sedangkan pengujian normalitas sebaran data, secara keseluruhan menunjukkan signifikansi pada taraf 5%, 5%, dan 2.5% .
Dari hasil pengujian tersebut, maka analisis tentang kausalitas akan melangkah pada tahap kedua, yaitu pengujian kointegrasi persamaan-persamaan jangka panjangnya (Model 1, Model 2, Model 3, dan Model 4).
Pengujian Kointegrasi Engle-Granger. Uji ini ditujukan untuk mengetahui sampai dimana sifat kointegratif untuk setiap model yang dibentuk dapat ditunjukkan (model analisis VECM mensyaratkan adanya kointegrasi derajad pertama, I(0)). Di samping itu, model kointegrasi juga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam jangka panjang. Dalam kasus ini, dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4, bahwa hubungan antar variabel adalah negatif. Namun demikian pada hubungan antara variabel d(CPI) – d(M1) hubungannya memiliki signifikansi yang memadai, sedangkan untuk hubungan antara variabel d(CPI) – d(M2) signifikan dalam taraf 10%. Hasil pengujian kointegrasi Engle-Granger dapat dilihat pada tabel 3.
Dari hasil perhitungan kointegrasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa model 1 memiliki signifikansi 1% untuk ADF (C,4), 5% untuk ADF (T,4), dan 10% untuk CRDW. Pengujian kointegrasi model 2, model 3 menunjukkan tingkat signifikansi yang memadai untuk semua jenis uji. Sedangkan untuk model 3 gagal menunjukkan signifikansinya untuk uji ADF (C,4), namun untuk dua uji lainnya signifikan secara memadai.
Tabel 3:
Pengujian Engle-Granger Cointegration
|
ADF (C,4) |
ADF (T,4) |
CRDW |
Model 1: DCPI= f(DM1) |
DCPI = 1.0000 DM1 = -0.019157 DF stat. –4.4488 |
DCPI = 1.0000 DM1 = -0.024496 TREND = -0.001725 DF Stat. –4.4571 |
1.525378 |
Model 2: DM1 = f(DCPI) |
DM1 = 1.0000 DCPI = 0.031771 DF Stat. –4.1304 |
DM1 = 1.0000 DCPI = 0.039254 TREND = -0.011260 DF Stat. –5.4772 |
2.492263
|
Model 3: DCPI = f(DM2) |
DCPI = 1.0000 DM2 = 0.061849 DF Stat. –4.3462 |
DCPI = 1.0000 DM2 = 0.103398 TREND = -0.008801 DF Stat. –4.5260 |
1.525225 |
Model 4: DM2 = f(DCPI) |
DM2 = 1.0000 DCPI = 0.426835 DF Stat. –2.1480 |
DM2 = 1.0000 DCPI = 0.474538 TREND = -0.071783 DF Stat. –4.7674 |
1.149292 |
Statistic 1% 5% 10% |
-4.0720 -3.4331 -3.1112 |
-4.5776 -3.9318 -3.6094 |
0.511 0.386 0.322 |
Karena pengujian kointegrasi menunjukkan setiap model memiliki kecenderungan terkointegrasi pada derajad nol, atau I(0), maka analisis kausalitas Vector Error Correction Model dapat dilakukan.
Vector Error Correction Model. Hasil penghitungan kausalitas VECM dapat dilihat pada tabel 4a dan pengujiannya pada tabel 4b. Dalam kasus ini, VECM dilakukan dengan menggunakan time-lag 4.
Tabel 4a:
Hasil Perhitungan Vector Error Correction Model
Sample Range: 1992.04 – 1997.07
Number of Observations: 64
Model Uji | Model 1
| Model 2 | Model 3 | Model 4 |
ECT(-1) | -4.0885 | -3.5111878 | -3.6093825 | -1.9536212 |
Wald | 1.0567 | 2.89915 | 1.46864 | 3.53614 |
Serial Corr. LM Test (4) |
1.11387 |
2.01208 |
1.56509 |
3.69751 |
ARCH test (4) | 0.90480 | 2.18003 | 0.49321 | 1.67204 |
White’s Test (4) | 0.32024 | 0.78583 | 0.37634 | 1.00465 |
RESET (4) | 1.11079 | 1.171816 | 1.70811 | 1.15971 |
Jarque-Bera Normality |
13.79791 |
3.729557 |
15.34507 |
0.326262 |
Tabel 4b:
Signifikansi Pengujian Vector Error Correction Model
Sample Range: 1992.04 – 1997.07
Number of Observations: 64
Model Uji | Model 1
| Model 2 | Model 3 | Model 4 |
ECT(-1) | 0.001 | 0.001 | 0.001 | 0.05 |
Wald | ts (0.25) | 0.01 (0.005) | 0.25 (0.10) | 0.01 (0.005) |
Serial Corr. LM Test (4) |
t.s (0.10) |
0.01 (0.025) |
0.25 (0.05) |
0.01 (0.005) |
ARCH test (4) | ts (0.25) | 0.10 (0.025) | ts (0.5) | 0.25 (0.05) |
White’s Test (4) | ts (0.05) | Ts (0.005) | ts (0.025) | ts (0.005) |
RESET (4) | ts | ts | 0.025 | 0.10 |
J-B Normality | 0.005 | 0.25 | 0.005 | 0.90 |
Keterangan:
jika ada dua nilai uji, nilai uji yang ada di dalam kurung merupakan nilai uji chi-sqr dengan df.2
Atas dasar hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4b, dapat disimpulkan bahwa variabel ECT, yang merupakan variabel error correction term, untuk semua model analisis memiliki tingkat signifikansi yang memadai, secara berturut-turut dari model 1 hingga model 4, yaitu: 0.1%, 0.1%, 0.1%, dan 5%. Sedangkan untuk pengujian Jointly F-test berturut-turut, tidak signifikan, 1%, 25%, dan 1%. Berdasarkan tolok ukur pengujiannya, apabila variabel error correction term dan atau uji jointly F-test signifikan maka variabel tak bebasnya dapat dianggap sebagai variabel endogen (Granger endogenity).
Hubungan kausalitas antara CPI-M1 dan CPI-M2 dapat memiliki dua dimensi kausalitas, yaitu kausalitas jangka pendek, dengan melihat signifikansi variabel tak bebas yang dideferensiasikan (dalam kasus ini disimbulkan dengan ‘d’ yaitu diferensiasi data dasar, dalam kasus ini disimbolkan dengan d2CPI, d2M1, dan d2M2. Lihat Lampiran 5 dan Lampiran 6), dan dimensi jangka panjang dengan melihat signifikansi error correction term-nya.
Hasil perhitungan dengan empat model analisis menunjukkan bahwa model 1 hanya menunjukkan kausalitas jangka panjang karena uji Wald-nya (uji terhadap variabel yang dideferensiasikan) tidak memiliki signifikansi yang memadai. Sedangkan model 2 hingga model 4 menunjukkan hubungan kausalitas, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek.
Dengan demikian, hubungan kausalitas jangka pendek antara dCPI – dM1 (model I dan II) bersifat searah, karena dalam jangka pendek dCPI tidak disebabkan oleh dM1 (model I) tetapi dM1 disebabkan oleh dCPI. Namun dalam jangka panjang hubungan kausalitas antara kedua variabel tersebut bersifat dua arah. Sedangkan untuk hubungan variabel dCPI – dM2, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek hubungan kausalitasnya memiliki signifikansi yang memadai.
Dalam hubungan kausalitas jangka pendek, disamping uji Wald perlu juga dilihat signifikansi untuk setiap variabel yang dideferensiasikan. Dengan menggunakan dasar hasil perhitungan VECM (lihat Lampiran 5 dan Lampiran 6), dapat dilihat bahwa, model 1 (dCPI-dM1) hanya d2M1(-3) saja yang signifikan, itupun dalam taraf yang minimal, yaitu 25%. Sementara itu, untuk model II (dM1-dCPI), variabel bebas d2CPI(-3) dan d2CPI(-4) memberikan tingkat signifikansi yang relatif tinggi, yaitu masing-masing 1% dan 2.5%. Sementara itu, model III hanya menunjukkan bahwa dM2(-2) memiliki signifikansi 5%. Sedangkan model IV menunjukkan bahwa dCPI(-1), dCPI(-3) dan dCPI(-4) memiliki signifikansi masing-masing 25%, 0.5% dan 10%.
KESIMPULAN
Dari uraian tentang hasil perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
- M1 hanya dipengaruhi oleh CPI dalam jangka pendek, sedangkan hubungan kausalitas jangka panjangnya tidak teridentifikasi secara jelas.
- CPI dipengaruhi oleh M1, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek (CPI – M1). Demikian juga halnya dengan CPI – M2 maupun M2 – CPI.
- Dengan terdeteksinya kausalitas antara CPI – M2, serta M2 – CPI maka diktum inflasi sebagai fenomena moneter memperoleh buktinya pada perekonomian Indonesia 1991.10 – 1997.07
REFERENSI
DeJong, D.N., (et.al), 1992, Integration Versus Trend Stationarity in Time Series, Econometrica, 60 (2): 423-433.
Dickey, D.A., and W.A.Fuller, 1981, Likelihood Ratio Statistics for Autoregressive Time Series with a Unit Root, Econometrica, 49: 1057-1072.
Granger, C.W.J., 1988, Some Recent Developments in a Concept of Causality, Journal of Econometrics, 39: 199-211.
Johansen, S., 1991, Estimation and Hypothesis Testing of Cointegration Vectors in Gaussian Vector Autoregressive Models, Econometrica, 59 (6): 1551-1580.
Masih, R., and M.M.Masih, 1996, Macroeconomic Activity Dynamics and Granger Causality: New Evidence from a Small Developing Economy Based on a Vector Error Correction Modelling Analysis, Economic Modelling, 13: 407-426.
Nusantara, A., 1997, Sintesa Granger Causality-Error Correction Model: Kausalitas Ekspor-Pertumbuhan Ekonomi Indonesia,
Oskooee, M.B., and J. Alse, 1993, Exports Growth and Economic Growth: An Application of Co-integration and Error Correction Modelling, Journal of Developing Areas, 27: 535-542.
Oskooee, M.B., and J.Alse, 1993, Export Growth and Economic Growth: An Application of Cointegration and Error Correction Modeling, The Journal of Developing Areas, 27: 535-542.
Stock, J.H. and M.W.Watson, 1993, A Simple Estimator of Cointegrating Vectors in Higher Order Integrated Systems, Econometrica, 61 (4): 783-820.
Toda, H.Y., and P.C.B.Phillips, Vector Autoregressions and Causality, Econometrica, 61 (6): 1367-1393.
No comments:
Post a Comment